Jumat, Januari 14, 2011
Manfaat Meramal dalam Konteks Kehidupan
Makna kata meramal tidak terlepas dari satu titik waktu menuju kepada satu titik tertentu. Jika dikaitkan dengan segala bentuk ramalan yang ada, misalnya suku Maya, itu sudah merupakan rentang waktu yang sangat panjang. Semuanya dalam penafsiran manusia saat ini dengan rujukan kita hidup di kurun waktu yang tidak sama, misalnya dengan suku Maya atau pun Jayabaya.
Dalam subyek ini diberikan kata “manfaat” dan “konteks kehidupan”. Sengaja kata-kata itu dimunculkan agar tidak terjebak dengan nada-nada perseteruan tentang isi ramalan dikaitkan ujudnya yang multi tafsir. Mari kita kaji melalui beberapa aspek.
Aspek ke-1, “Bentuk Bahasa”
Dunia bahasa mengenal ada beberapa bentuk bahasa, yaitu bahasa isyarat, bahasa tulisan, dan bahasa percakapan. Sesuai bentuknya, ketiga bentuk bahasa tersebut mempunyai kaidahnya masing-masing. Khusus, bentuk bahasa tulisan ada yang disebut dengan gaya pengungkapan, yaitu ungkapan yang bermakna apa adanya dan ungkapan yang bermakna tersembunyi (tersirat). Dalam gaya apa adanya jelas sekali makna dan tujuannya, sedangkan gaya ungkapan masih memerlukan penafsiran lebih lanjut untuk mampu memahami isinya.
Lalu, ramalan-ramalan yang ada dalam bentuk bahasa yang mana? Jika merujuk kepada apa yang dikemukakan saat ini, jelas tampak dalam bentuk bahasa tertulis, karena merujuk “katanya” beberapa tulisan dari naskah kuno. Lalu, apakah memang naskah-naskah itu menyampaikan dalam bahasa apa adanya atau ungkapan? Di titik inilah kajiannya menjadi menggelitik. Jika merujuk manfaat gaya penulisan yang apa adanya, maka “diasumsikan” itulah adanya kesatuan antara itikad dan tatanan kata yang dibentuknya. Lalu, bisakah kita lebih memastikan bentuk bahasa dan gaya pengungkapan yang lebih menjurus kepada naskah-naskah tentang berbagai ramalan tersebut?
Aspek ke-2, “Aspek Penggambaran Pemaknaan”
Merujuk kepada aspek ke-1, mari dikembalikan kepada fakta yang ada. Ada pihak yang menterjemahkan pemahaman menurut pola penafsirannya dan ada pihak yang menterjemahkan itu adalah rahasia YMK (dalam konteks kiamat). Melalui fakta-fakta tersebut BESAR KEMUNGKINAN bahasa yang digunakan dalam ramalan-ramalan kebanyakan bahasa tulisan yang menggunakan gaya bahasa ungkapan lebih mendominasi. Rambu-rambu utamanya bukan berarti tidak jelas disampaikan. Misalnya, semua dokumen menyatakan secara esensi fakta-fakta perbuatan dari pilihan manusianya. Jika manusia itu dalam keyakinan memilih yang dikatakan “kebaikan” dalam kehidupannya konsekuensinya adalah bla..bla..bla….begitu pun, jika manusia itu dalam keyakinan memilih yang dikatakan “kejahatan” konsekuensinya adalah bla..bla..bla….dan itu semua diberikan bentuk-bentuknya sesuai kurun waktu yang ada saat itu. Maksudnya, saat malam hadir (sebagai ungkapan kegelapan dalam masal kehidupan), maka siang (sebagai ungkapan terang dalam masal kehidupan) tidak akan hadir. Dan ini selama berabad-abad dijadikan “dendangan” dalam kehidupan manusia. Inilah NUANSA yang manusia dan seluruh semesta alam TUNDUK kepada RULE OF THE GAME-nya.
Jika pemaknaan di atas dialihkatakan sebagai “semesta pembicara”, semua itu kembali kepada setiap manusia memaknai kehadiran nuansa yang demikian. Karena tidak ada satu pun manusia yang akan mampu keluar dari semesta pembicara tersebut. Yang bisa dilakukan manusia MENERIMA atau MENOLAK nuansa demikian sebagai konsekuensi dari pilihan keyakinan sesuai suara hatinya. Jadi kajian, apakah setiap manusia MAMPU dengan kesadarannya menerima atau menolak dan di saat yang sama mendengar hati nuraninya dengan bijak? Jika dipahami permainan bernama catur, ada dua pilihan warna, putih atau hitam. Jadi aturan yang sudah sama-sama diterima, pemain dengan buah putih jalan dulu baru buah hitam demikian seterusnya. Please, jangan dipahami “saling” menghabisi konteksnya, namun itulah rule of the gamenya, yaitu putih dulu jalan baru hitam. Jika kemudian hitam bisa menerima kondisinya, maka si hitam bisa menjadi pemenang dari permainan catur. Sedangkan, putih hanya bisa keluar sebagai pemenang jika memang konsisten dengan pilihan awalnya. Sehingga, makna kata menang atau kalah dalam permainan catur dalam aspek budayanya adalah apakah dalam nuansa masal putih atau hitam, semua kembali kepada setiap diri dalam melakoninya. Kajian inilah yang BELUM TENTU setiap manusia mau menerimanya. Kenapa? Silahkan lihat aspek ke-3.
Aspek ke-3, “Aspek Rasa”
Di dalam diri setiap manusia diberikan segala bentuk rasa. Dan itu tidak akan bisa dipungkiri oleh setiap diri. Yang jadi kajian, rasa yang mana atau bagaimana yang akan mendominasi? Di sinilah kurun kehidupan akan memastikan dan yang utama adalah pilihan keyakinannya. Merujuk pemaknaan permainan catur sebagai mana aspek ke-1 dan ke-2, maka semua rasa perlu dilakoni dalam lorong kehidupan manusia. Apakah memang manusia itu MASIH yakin dengan pilihan dalam berbagai nuansa yang dihadirkan atau sekedar basa-basi saja atas pilihan keyakinannya. Sehingga aspek rasa merupakan aspek yang perlu dikelola oleh setiap diri dalam melakoni kehidupannya.
Jika kita kembalikan kepada FAKTA kehidupan, apa pun bentuk ramalan yang ada, selalu akhirnya MEMUNCULKAN gambaran yang selamat adalah manusia-manusia yang secara KONSISTEN dan JELAS akan keyakinan bahwa nilai-nilai kemanusiaan di atas segalanya. Tentunya, fakta diungkapkan dalam berbagai bentuk dan gaya bahasa. Apa ini maknanya? Jika manusia mampu melewati semua bentuk rasa di diri untuk mewujudkan keyakinan dirinya, apakah dalam nuansa hitam atau putih, sudah bisa dipastikan akhirnya adalah ketenangan atau keselamatan. Bukti dalam fakta kehidupannya ada di manusia-manusia yang sepanjang kurun kehidupan selalu di masukkan ke dalam hati sebagai SURI TAULADAN kehidupannya, yang tentunya sesuai dengan keyakinan dirinya.
Melalui cara kajian di atas, semakin menjelaskan bahwa pikiran selalu mengikuti setelah bentuk-bentuk rasa bisa dikelola dengan tepat dan bijak. Jika sudah demikian, pikiran akan selalu dituntun menjadi semakin sehat dan buah dari akal yang sehat adalah MANFAAT bagi diri dan lingkungan dalam konteks kehidupan masal manusianya. Jika ini dikembalikan dalam tatanan kehidupan manusia, maka tidak ada lagi membedakan keyakinan, warna kulit, bahasa, dan semua atribut kehidupan, kecuali semuanya dikembalikan kepada kesejatian nilai-nilai kemanusiaan. Dan di saat yang bersamaan, inilah yang dikatakan TEGAKNYA hukum yang sebenar-benarnya. Inilah kesejatian awal kehadiran manusia oleh SANG MAHA PENGUASA.
Kalau kemudian saat ini, muncul ini dan itu serta berbagai nada ketimpangan kehidupan, BUKAN nuansa hitam dan putihnya yang disalahkan atau ditafsirkan sebagai ramalan -ramalan yang dihadirkan. Tetapi, sejauh mana manusia MAU dan BERSEDIA berkaca kepada keyakinan diri melalui KETULUSAN, KETABAHAN, dan KEPASRAHAN dalam melakoni kehidupannya di dalam nunsa yang dihadirkan. Melalui demikian, maka aspek ke-4 akan hadir.
Aspek ke-4, “Anugerah”
Aspek anugerah merupakan aspek kepastian. Jika dikembalikan kepada ramalan yang ada, “katanya” suku Maya meramalkan kejadian adanya kiamat tanggal 21-12-2012. Apa iya? Mari kita lihat kenyataan kehidupan. Melalui kemampuan teknologi yang ada saat ini, manusia mampu menggambarkan adanya lempengan patah di bawah permukaan bumi dan memperkirakan akan bisa terjadi gempa di tempat-tempat yang digambarkan. Jadi kajian, kapan manusia tahu itu akan terjadi tepatnya, baik dari segi waktu atau pun lokasi?
Jika ini digandeng dengan aspek ke-3, maka aspek ke-4 adalah memastikan dan kepastian itu TIDAK datang dari manusia itu sendiri. Ada yang akan memastikan. Di dunia ilmu pengetahuan kita mengenal ada yang namanya “missing link”. Dalam konteks kehidupan inilah ujud missing link-nya. Lalu, bagaimana ini bisa dipahami? Kembali kepada aspek ke-3, BUKAN dengan akal manusianya. Jika ini dimintakan pembuktian, silahkan tunjukkan dari naskah ramalan siapa pun, ada yang ungkap tanggal kejadian kiamat? Masih sanksi sebagai mana yang digembar-gemborkan kalau suku Maya meramal kiamat pada tanggal 21-12-2012. Kenapa? Melalui rangkaian aspek ke-1 sampai dengan ke-4 ini, tidak ada hal yang membuat yakin itulah tanggalnya. Kecuali, tanggal itu dipahami sebagai bahasa tulisan yang menggunakan makna ungkapan.
Angka 21-12-2012 jika dijumlahkan dalam dua angka menjadi 11. Angka tertinggi dalam dunia matematika adalah 9, sedangkan angka terbesar adalah tidak ada, karena setiap angka terakhir bisa ditambahkan dengan 1. Angka awal adalah 1 dan belum ada angka namanya 0. Apa ini maknanya? Perulangan dalam bentuk yang berbeda. Angka 11 adalah angka pertama dalam tatanan puluhan, apa bedanya dengan angka 1 sebagai angka pertama dalam tatanan satuan? Jadi, secara ESENSI tetap sama, NUANSAnya yang akan berganti. Apakah kemudian kejadian itu tepat di tanggal itu? Ada yang berani pastikan? Maka, konteks apa yang dikatakan rahasia Illahi adalah dalam konteks demikian, namun apakah itu bukan kepastian? Sudah pasti, karena sejak dulu yang namanya matahari itu terbit dari Timur menuju ke Barat. Apakah YMK akan ubah menjadi dari Barat ke Timur, sehingga itulah menjadi salah satu tanda kiamat? Ya kalau lihat peredaran mataharinya menjadi demikian, tidak akan pernah kiamat, kecuali PEMAHAMAN manusianya bertransformasi apa makna Timur dan Barat dalam konteks bagi kehidupan manusianya.
Melalui kajian di atas, apa yang disebut anugerah adalah SETELAH manusia itu sendiri melakoni kehidupan dalam ketulusan, ketabahan, dan kepasrahan dan di saat ada peralihan nuansa kehidupan mereka ini tidak akan mengalami kiamat. Siapa yang mengalami kiamat jika demikian? Silahkan kaji kepada setiap diri. Perlu juga dipahami makna kata kiamat salah satunya adalah tegak. Apa maknanya? TEGAKNYA HUKUM YMK sesuai dengan apa adanya bagi manusia-manusia yang melakoni kehidupan dalam ketulusan, ketabahan, dan kepasrahan. Tentang bagaimana ujudnya, masih sedang berproses saat ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Good lanjutkan
Maju terus jangan mundur.....
Posting Komentar